Aksi Nyata Topik 1 Merdeka Belajar SD Negeri 3 Selakambang
Setelah mempelajari Topik Merdeka Belajar yang berisi tentang pemahaman gagasan dan prinsip Pendidikan berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Pemahaman untuk menfasilitasi murid agar tumbuh sesuai dengan kodratnya. Dan penerapan pembelajaran yang memerdekakan murid.
Dan sebagai aksi nyata kami dari komunitas praktisi SD Negeri 3 Selakambang akan berkolaborasi menjelaskan topik terkait " Merdeka Belajar ". Dalam Topik Merdeka Belajar dibagi menjadi 5 Modul, antara lain :
- Mengenali dan memahami Diri sebagai Pendidik
- Mendidik dan Mengajar
- Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh
- Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti
- Pendidikan yang Mengantarkan Keselamatan dan Kebahagiaan
Mengenali dan memahami Diri sebagai Pendidik
Mengenali Diri dan Perannya Sebagai Pendidik
Apa sih yang dimaksud dengan Pendidik? Sebagai guru tentunya kita harus memahami pengertian pendidik itu sendiri. Sebelum mengenali dan memahami diri sebagai pendidik kita harus benar benar memahami pengertian pendidik, tugas dan fungsi pendidik agar kita bisa mengaplikasikan dan menjalankan Pendidikan yang ada di Indonesia.Merujuk pengertian Pendidik menurut Dri Atmaka adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan baik jasmani maupun rohaninya (Dri Atmaka, 2004:17). Sedangkan Menurut Drs. M. Uzer Usman (1996:15), pengertian guru adalah setiap orang yang berwenang dan bertugas dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada lembaga pendidikan formal.
Sementara itu, menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak, agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Maka dari beberapa pengertian diatas, sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang guru dan dosen adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada Pendidikan anak usia dini melalui jalur formal Pendidikan dasar dan Pendidikan menengah. Peran pendidik atau Guru tidak lagi terbatas pada pengajar, tapi juga selaras dengan konsep yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karsa, dan Tut wuri handayani.
Konsep yang diajarkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia ini sangat sesuai dengan Pendidikan yang ada di Indonesia mulai dari Ing Ngarso Sung Tulodo yang bisa kita artikan yang didepan ( Guru ) Harus bisa menjadi contoh atau Tuladha ( Teladan ) Siswa siswinya. Guru bisa memberikan contoh positif yang bisa di ikuti oleh siswanya. Jadi tidak hanya jarkoni ( Iso Ngajar ora iso nglakoni) yang berarti Bisa mengajari namun tidak bisa meneladani saja.
Selanjutnya Ing Madya mangun karsa atau Ketika berada ditengah-tengah siswa. Seorang guru bisa memberi/membangun semangat. Seorang guru harus membersamai siswanya, untuk memantau gerak tumbuh mereka serta membimbing dan memberi semangat. Guru harus terus belajar secara mandiri, membuka akses lebar-lebar dari berbagai sumber informasi, dan menjadi jembatan yang bisa menghubungkan kebutuhan siswa dengan arus informasi dan sumber belajar yang relevan pada saat ini.
- Menjadi Teladan bagi siswa siswi kita?
- Menjadi jembatan informasi dan sumber belajar bagi siswa dan menyemangati mereka?
- Mampu memberi dorongan agar mereka bisa memaksimalkan potensi yang ada pada diri mereka?
Apa Peran Saya Sebagai Guru?
Seorang guru memiliki peran yang sangat penting dalam Pendidikan. Apalagi di zaman yang seba canggih seperti saat ini. Seorang guru harus memiliki kecakapan digital yang cukup. Sehingga guru tidak tertinggal oleh siswanya yang merupakan Generasi Alfa yang berada di masa digital Native yang begitu dekat dengan teknologi. Guru harus bisa menjadi filter positif yang bisa mengubah paradigma media sosial yang negative menjadi media sosial yang kreatif positif dan produktif.Selain itu yang tak kalah pentingnya, seorang guru harus memiliki semangat dan energi positif yang membuat siswa siswinya juga merasakan sehingga sekolah menjadi tempat yang menyenangkan dan menjadi tempat siswa bisa memaksimalkan potensinya masing-masing.
Seorang pendidik juga harus bisa menjadi tempat siswa mencurahkan perasaannya, menjadi teman, rekan, keluarga yang menyenangkan bagi siswa. Tidak ada lagi guru atau pendidik “Killer” yang ditakuti oleh siswanya. Suasana keakraban yang dibangun bisa membuat siswa semakin bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru yang diperkenalkan oleh pendidik.
Dan terakhir, Guru bisa mendorong siswa siswinya menggali potensi yang mereka miliki sehingga mereka bisa mencapai apapun yang mereka cita citakan. Guru bisa mengantarkan siswa siswinya menggapai impiannya sesuai dengan bakat dan minat mereka masing masing.
Guru Seperti apakah Saya?
Yang terakhir pada bagian mengenali dan memahami diri sebagai pendidik adalah pertanyaan Guru seperti apakah saya? Pertanyaan terakhir yang harus kita tanyakan pada diri kita masing masing sebagai guru.Apakah saya adalah guru yang apatis? Guru yang hanya memikirkan jenjang karir dan jabatan saja? Ataukah Guru yang menyenangkan? Guru yang galak? Guru yang acuh tak acuh?
Maka dengan kurikulum merdeka ini, kita harus Bersama sama berubah menjadi guru yang terbaik bagi siswa siswi kita. Guru yang bisa Ing Ngarso Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Guru yang bisa menjadi contoh, bisa memberi semangat dan Guru yang bisa mendorong pada kemajuan positif bagi Siswa siswi kita yang merupakan Generasi Penerus bangsa.Yang kelak akan membangun bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang maju sesuai dengan Cita Cita luhur Bangsa Indonesia yang diwariskan oleh para pendahulu bangsa. Menjadi manusia yang Merdeka yang hidupya bersandar pada kekuatan diri sendiri baik lahir maupun batin.
MENDIDIK DAN MENGAJAR
Mendidik dan Menyeluruh
Pendidikan Selama Satu Abad
Menjadi Manusia Secara utuh
Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh
Dirangkum Oleh : IsmiyatiDalam Topik Merdeka Belajar pada modul 3 terdapat 2 materi, antara lain:
Kodrat Murid
Sebagai pendidik yang memiliki tanggung jawab untuk mendampingi tumbuh kembang peserta didik,kita harush memperhatikan beberapa hal terkait latar belakang muridnya.Dalam melakukan pembelajaran di kelas, perlu diperhatikan 3 hal terkait perbedaan latar belakang murid, yaitu: Kodrat keadaan, kodrat alam dan kodrat zaman.
Kodrat keadaan
Pendidikan bersifat sangat dinamis, menyesuaikan keadaan yang terus bergerak begitu cepat. Sebagai pendidik, perlu mengantisipasi dan membaca arah perubahan tersebut. Lalu bagaimana kita sebagai pendidik bisa mengemudikan laju pendidikan yang sesuai dengan kodrat keadaan itu. Apakah cara mengajar kita sudah menyesuaikan dengan keadaan saat ini?Kodrat Alam
Setiap murid dilahirkan dengan kodrat alam yang berbeda-beda. Ada yang tinggal di perkotaan, pedesaan, pantai, gunung, dan lain-lain.Sebagai pendidik harus memahami kodrat alam masing-masing murid dan bagaimana memberikan pengalaman-pengalaman belajar sesuai dimana murid tinggal.
Kodrat Zaman
Perubahan zaman secara tidak langsung membuat cara mendidk dan mengajarpun harus menyesuaikan dengan situasi saat ini. Sebagai pendidik dituntut untuk bisa mendidik dan mengajar murid sesuai dengan perubahan zaman.Contohnya: Saat ini murid-murid hidup pada era digital. Maka sebagai pendidik harus tanggap dan menguasai digitalisasi pendidikan. Seorang pendidik harus lebih pandai dalam menggunakan dan memanfaatkan era digital seperti saat sekarang ini untuk kegiatan pembelajaran.
Azas Trikon
Ada beberapa azas pendidikan yang perlu diketahui oleh seorang pendidik. salah satunya adalah azas trikon. Teori TRIKON disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia. Asas Trikon dianggap menjadi jawaban yang tepat menuju pembelajaran yang berpihak kepada murid. Dengan Trikon (kontinyu, konvergen dan konsentris) guru dapat merancang pembelajaran yang berkelanjutan, terbuka dan berdasarkan kebudayaan bangsa. Seorang pendidik harus memahami asas Trikon dan praktiknya dalam pembelajaran.- Azas Trikon Kontinyu, artinya kita tidak boleh melupakan asal nilai budaya. Dalam pembelajaran selalu diselipkan nilai-nilai budaya positif yang ada dalam lingkungan masyarakat.
- Azas Trikon Konvergen, artinya pendidikan harus memanusiakan manusia.Dalam pembelajaran, guru harus menghargai dan memberikan apresiasi kepada peserta didik, sekecil apapun prestasi yang ditunjukkan.
- Azas Trikon Konsentris, artinya pendidikan itu harus menghargai keberagaman dan memerdekakan murid, ini harus kita terapkan dalam pembelajaran. Kita tidak boleh membedakan antara murid yang satu dengan murid yang lain.
Dalam kegiatan pembelajaran, pendidk harus menghargai keberagaman peserta didik. Keberagaman yang menyangkut latar belakang keluarga, ekonomi, juga termasuk keterbatasan fisik. Hal ini menyangkut gaya belajar anak yang harus kita ketahui dan bagaimana cara menerapkannya dalam pembelajaran supaya peserta didik nyaman dan berhasil.
Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti
Dirangkum Oleh :
Dyah Putri Pratiwi dan Widi Tri Hastuti
Menumbuhkan Budi Pekerti
Apakah Anda pernah diserobot orang dalam sebuah antrian?
Pernahkah Anda menyaksikan seseorang yang meludah sembarangan? Membuang sampah
sembarangan? Jika jawabannya “ya” berarti ada yang kurang dalam pendidikan yang
kita terima selama ini. Mungkin para pendidik sudah memberikan hal tersebut
tetapi tidak menjadi sebuah value-nilai yang diyakini. Hanya berhenti pada
tataran pengetahuan atau informasi saja. Untuk menjadi sebuah value ia harus
dibiasakan. Jika kita mendidik anak untuk tertib antri, membuang sampah pada
tempatnya tentu akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang secara terus menerus
dilakukan akan membentuk kebudayaan.
Pemikiran KHD sangat relevan dengan kondisi pendidikan saat
ini. Pendidikan yang tidak sekadar mementingkan kognitif saja tetapi juga
afektif dan psikomotorik. Tidak hanya mengejar deretan angka tetapi juga
kedalaman budi. Pendidikan yang tidak berorientasi pada hasil melainkan proses
pendidikan itu sendiri.
Budi Pekerti
Budi adalah ranah batin yang meliputi tri sakti yaitu pikiran, rasa, dan kemauan. Kita lebih sering mendengarnya sebagai cipta, rasa, dan karsa. Pekerti adalah ranah lahir yang mewujud tenaga. Dengan kata lain, budi pekerti merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kemauan (budi) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti).
Kecerdasan berpikir murid harus dapat mengembangkan budi
pekerti atau watak murid yang tidak hanya diberntuk di sekolah, tetapi dalam
keluarga dan lingkungannya.
Teori Konvergensi dan Pengaruh Pendidikan
Aliran konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran
nativisme dengan empirisme, aliran ini menggabungkan pentingnya hereditas
dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan
manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan, tetapi juga kepada faktor yang
sama pentingnya yang mempunyai andil lebih besar dalam menentukan masa depan
seseorang.
Paham konvergensi ini berpendapat, bahwa didalam
perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan
peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing
individu,akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan
yang sesuai supaya dapat berkembang.
Karena itu teori W.
Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik).
Jadi menurut teori konvergensi:
- Pendidikan mungkin dilaksanakan.
- Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
- Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan
KHD tidak serta merta menggunakan teori-teori barat dalam
pendidikan nasional. Beliau dengan cermat mengiidentifikasi teori-teori yang
sesuai dengan kepribadian bangsa
Pendidikan yang Mengantarkan Keselamatan dan Kebahagiaan
Jika berbicara tentang pendidikan memang tidak akan ada
habisnya, makanya disebut pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan dipandang
sebagai dua mata uang yang berbeda, kompleks dan sederhana. Padahal, anak
dididik sejak dalam kandungan, lahir kemudian tumbuh dan berkembang sesuai
dengan pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Oleh karena itu, peran
pendidikan yang paling penting ada di tangan keluarga. Namun mengapa ada
kecenderungan orang tua menganggap bahwa sekolah memiliki tanggung jawab penuh
atas pendidikan anaknya?
Terlepas dari semua teori pendidikan yang masing-masing memiliki
keunggulan, kami sepakat bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru.
Diperlukan kerjasama dan kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat
untuk menciptakan lingkungan belajar yang optimal bagi siswa. Mari kita telaah
apa dan bagaimana pendidikan mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan
Mengantarkan Murid Selamat dan Bahagia
Ketika orang tua mendampingi dan menyerahkan anaknya ke
sekolah, mereka berharap agar anaknya mendapatkan berbagai ilmu di tangan guru
(sekolah). Sekolah dianggap sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab
penuh atas pendidikan anak-anaknya. Sehingga ketika anak bermasalah atau tidak
mampu mencapai prestasi yang diharapkan orang tua, tuduhan dilontarkan kepada
sekolah. Di sisi lain, sering kita jumpai jika anak berprestasi, ada
kecenderungan orang tua mengklaim bahwa anak tersebut sudah memiliki “gen
pintar” dari orang tuanya. Jika demikian, di mana titik temunya?
Fungsi pendidikan adalah mengantarkan peserta didik dengan
selamat dan bahagia. Apabila guru menyampaikan materi pelajaran hanya melalui
metode ceramah, maka dimungkinkan suasana belajar tertib, tanpa ada gangguan
suara lainnya. Namun, apakah siswa kita mampu menyerap pelajaran dengan baik
dan nyaman dengan metode ini? Jaman sudah berubah, dulu kuda gigit besi,
sekarang kuda makan roti (sekedar contoh). Perspektif pendidik tidak selalu
sama dengan perspektif siswa.
Tidak jarang siswa merasakan kebalikan dari apa yang
dirasakan oleh guru. Ketika guru merasa nyaman dengan metode ceramah, ada siswa
yang merasa bosan dan kurang tertarik. Guru hendaknya tidak membatasi sumber
belajar yang digunakan siswa, karena jika dibatasi/dipaku, siswa akan merasa
dibatasi bahkan takut. Hal seperti ini tidak membebaskan mahasiswa.
Sebagai seorang pendidik, Anda tidak hanya harus memberikan
pengetahuan dan informasi. Pendidik juga harus memberikan pemahaman tentang
fungsi dan kegunaan materi pelajaran dalam kehidupan. Selain itu, pendidik juga
harus mampu memahami dan mengenali kekuatan fitrah anak. Dalam artian setiap anak
dapat mengungkapkan dan membuat pemahamannya sendiri dengan cara yang
berbeda-beda.
Dalam melakukan penilaian, pendidik juga sebaiknya tidak
hanya menggunakan satu jenis alat ukur kemudian menarik kesimpulan. Penilaian
dapat dilakukan dengan alat ukur lain yang melibatkan siswa, untuk mencerminkan
pemahaman terhadap pengalaman belajar dan evaluasi diri. Jadi sebenarnya fungsi
pendidikan adalah membimbing peserta didik agar siap menghadapi kehidupan dan
memberikan keyakinan bahwa kelak merekalah yang akan mengisi zamannya. Tidaklah
cukup bagi mereka untuk hidup hanya untuk kepentingan mereka sendiri, tidak
individualistis.
Ke depan, siswa kami akan berkontribusi pada masyarakat dan
lingkungan di mana mereka berada. Bersama-sama mereka akan mencapai keamanan
hidup dan kebahagiaan. Jika harapan itu terwujud, maka fungsi pendidikan akan
berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara. Untuk
itu kita sebagai pendidik harus memahami beberapa hal, yaitu:
- Setiap siswa memiliki kelebihan/potensi yang berbeda-beda
- Pendidikan hanyalah pedoman
- Pendidikan membimbing siswa untuk menjadi aman dan bahagia
- Pendidik tidak dapat menghendaki sifat kekuatan atau potensi peserta didik
- Pendidik dapat melakukan upaya maksimal untuk mengembangkan pikiran dan moral siswa
- Pendidik membantu menghasilkan peserta didik agar mandiri untuk hidup dan mencari nafkah, menjaga dan melindungi bangsa dan alam
Kemandirian siswa merupakan kunci terpenting untuk mencapai
tujuan pendidikan yang memberikan keselamatan dan kebahagiaan. Pertanyaannya,
apakah praktik pembelajaran saat ini benar-benar mempersiapkan siswa untuk siap
hidup dan mengisi zamannya?
Menciptakan Lingkungan Pembelajaran Terbaik Murid
Ada pemahaman bahwa semakin tinggi angka skor yang dicapai
siswa, maka semakin tinggi pula tingkat kecerdasannya. Sebaliknya, jika semakin
rendah nilai angkanya, maka semakin dianggap tidak pintar atau tidak pintar.
Kedua sisi yang berbeda tersebut dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa,
sehingga mereka cenderung fokus untuk berusaha mendapatkan nilai yang tinggi
dari guru. Jadi siswa akan bersaing dan bersaing dengan teman-temannya.
Selain itu, sistem ranking kelas juga menjadi salah satu
pengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Jika penilaian dilakukan dengan
berpihak pada siswa, maka secara alami akan menghasilkan hasil yang baik.
Namun, jika guru tidak memahami prinsip keberpihakan pada siswa, siswa yang
berada di rangking paling bawah atau nilai terendah akan merasa terpojok.
Jika kecenderungan untuk mengandalkan nilai ujian (penilaian
sumatif/lainnya) tanpa dilandasi pemahaman tentang penilaian itu sendiri, bisa
menjadi bumerang. Guru harus memperhatikan dan mengikuti proses hingga proses
yang dilalui siswa. Oleh karena itu penilaian tidak lagi hanya berdasarkan
nilai tes/sumatif. Seiring dengan proses yang dilalui siswa, guru juga dapat
melakukan evaluasi dan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Sehingga guru mampu merefleksi program pembelajaran yang disusun menjadi lebih
baik.
Budaya yang kita hadapi selama ini adalah memberi nilai
dengan nilai dan nilai, yang bisa diubah dengan sistem penilaian dan penilaian.
Tujuannya agar harkat dan martabat anak tetap terjaga. Asesmen atau pengukuran
dimaksudkan untuk mengukur hasil atau dampak pelaksanaan pembelajaran dari
sudut pandang siswa. Sehingga mahasiswa sebagai pusat pembelajaran dapat
diwujudkan, bukan hanya jargon.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru untuk menjadikan
pusat pembelajaran siswa antara lain:
- Membimbing siswa untuk membangun koneksi dan konteks belajar bagi dirinya sendiri sehingga mampu menentukan tujuan belajarnya
- Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan, sehingga siswa berani bertanya dan mengemukakan pendapat
- Mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan kerjasama dan gotong royong untuk membantu siswa lain yang mengalami kesulitan belajar
Jika langkah-langkah tersebut dapat dilakukan dengan baik
oleh guru, maka siswa tidak hanya memperoleh kecerdasan, tetapi juga
mengembangkan kecerdasan sosial-emosional. Hal ini dapat diwujudkan melalui
pengalaman belajar sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan karakter sama
pentingnya dengan kemampuan kognitif, sehingga harus seimbang. Oleh karena itu
tidak diperbolehkan mengabaikan keterampilan karakter demi mengutamakan
keterampilan kognitif.
Karakter yang dimiliki siswa sangat beragam, sesuai dengan
lingkungan yang dididiknya sejak kecil. Lantas bagaimana karakter yang dimiliki
oleh siswa dapat membawa manfaat yang besar bagi masyarakat dan bangsa di masa
depan? Peran guru adalah jawabannya, agar siswa memiliki karakter sesuai dengan
karakter khas bangsa Indonesia berdasarkan kodratnya sebagai makhluk sosial.
Gotong royong merupakan karakter penting yang dapat ditemukan siswa sepanjang
pengalaman belajarnya.
Sebagai guru, kita dapat mendampingi siswa agar mereka dapat
menemukan dan mengembangkan karakter yang baik sebagai bekal kehidupannya kelak.
Itu juga bagian dari budaya masyarakat kita. Guru sebagai orang dewasa hanya
dapat membimbing siswa untuk memunculkan karakter menurut dirinya sesuai dengan
nilai dan prinsip yang dianutnya.
Penutup
Namun sebagai bahan refleksi kami, Tim SD Negeri 3 Selakambang mengharapkan feedback dari aksi nyata yang kami lakukan. Kami mengharapkan pembaca sekalian sudi memberikan pendapatnya mengenai paparan kami diatas melalui Link Google Form yang kami Sediakan dibawah ini
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus