Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aksi Nyata Topik 1 Merdeka Belajar SD Negeri 3 Selakambang

Assalamualaikum, dan salam sejahtera untuk rekan - rekan guru hebat semua di Seluruh Indonesia, Seluruh pelajar hebat di Indonesia, khususnya Siswa siswi SD Negeri 3 Selakambang yang selalu cerdas, kreatif dan inovatif. Tak lupa seluruh praktisi Pendidikan di Indonesia yang sudah memberikan banyak informasi dan motivasi baik melalui seminar, webinar, diklat, workshop mengenai kurikulum merdeka.

Setelah mempelajari Topik Merdeka Belajar yang berisi tentang pemahaman gagasan dan prinsip Pendidikan berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Pemahaman untuk menfasilitasi murid agar tumbuh sesuai dengan kodratnya. Dan penerapan pembelajaran yang memerdekakan murid.

Dan sebagai aksi nyata kami dari komunitas praktisi SD Negeri 3 Selakambang akan berkolaborasi menjelaskan topik terkait " Merdeka Belajar ". Dalam Topik Merdeka Belajar dibagi menjadi 5 Modul, antara lain : 
  • Mengenali dan memahami Diri sebagai Pendidik
  • Mendidik dan Mengajar
  • Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh
  • Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti
  • Pendidikan yang Mengantarkan Keselamatan dan Kebahagiaan
Kolaborasi yang kami lakukan adalah dengan membuat paparan rangkuman lengkap dengan infografis yang kami unggah ke website sekolah SD Negeri 3 Selakambang. Kami berkejasama merangkum pemahaman kami setelah mempelajari Topik yang kami sebutkan diatas. Tim kami terdiri dari Seluruh Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang ada di SD Negeri 3 Selakambang. Langsung saja berikut ini paparannya

Mengenali dan memahami Diri sebagai Pendidik 

 Dirangkum Oleh : Yuda Candra Purnama dan Teguh Wiji Santosa

Mengenali Diri dan Perannya Sebagai Pendidik



Apa sih yang dimaksud dengan Pendidik? Sebagai guru tentunya kita harus memahami pengertian pendidik itu sendiri. Sebelum mengenali dan memahami diri sebagai pendidik kita harus benar benar memahami pengertian pendidik, tugas dan fungsi pendidik agar kita bisa mengaplikasikan dan menjalankan Pendidikan yang ada di Indonesia.Merujuk pengertian Pendidik menurut Dri Atmaka adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan baik jasmani maupun rohaninya (Dri Atmaka, 2004:17). Sedangkan Menurut Drs. M. Uzer Usman (1996:15), pengertian guru adalah setiap orang yang berwenang dan bertugas dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada lembaga pendidikan formal.


Sementara itu, menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak, agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Maka dari beberapa pengertian diatas, sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang guru dan dosen adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada Pendidikan anak usia dini melalui jalur formal Pendidikan dasar dan Pendidikan menengah. Peran pendidik atau Guru tidak lagi terbatas pada pengajar, tapi juga selaras dengan konsep yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karsa, dan Tut wuri handayani.

Konsep yang diajarkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia ini sangat sesuai dengan Pendidikan yang ada di Indonesia mulai dari Ing Ngarso Sung Tulodo yang bisa kita artikan yang didepan ( Guru ) Harus bisa menjadi contoh atau Tuladha ( Teladan ) Siswa siswinya. Guru bisa memberikan contoh positif yang bisa di ikuti oleh siswanya. Jadi tidak hanya jarkoni ( Iso Ngajar ora iso nglakoni) yang berarti Bisa mengajari namun tidak bisa meneladani saja.

Selanjutnya Ing Madya mangun karsa atau Ketika berada ditengah-tengah siswa. Seorang guru bisa memberi/membangun semangat. Seorang guru harus membersamai siswanya, untuk memantau gerak tumbuh mereka serta membimbing dan memberi semangat. Guru harus terus belajar secara mandiri, membuka akses lebar-lebar dari berbagai sumber informasi, dan menjadi jembatan yang bisa menghubungkan kebutuhan siswa dengan arus informasi dan sumber belajar yang relevan pada saat ini. 

Dan terakhir yang juga menjadi semboyan Pendidikan Nasional Indonesia yaitu “ Tut Wuri Handayani” yang memiliki filosofi memiliki filosofi yang dalam yaitu "Dari belakang, seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan". Sehingga siswa siswi kita bisa memperoleh apa yang mereka cita citakan sesuai dengan potensi dan kemampuan yang mereka miliki. 

Dari paparan diatas, selanjutnya yang perlu kita renungkan adalah Apakah sebagai guru kita sudah mampu

  • Menjadi Teladan bagi siswa siswi kita?
  • Menjadi jembatan informasi dan sumber belajar bagi siswa dan menyemangati mereka?
  • Mampu memberi dorongan agar mereka bisa memaksimalkan potensi yang ada pada diri mereka?

Atau malah sebaliknya, kita memaksa mereka menjadi pribadi yang sesuai dengan harapan kita tanpa memaksimalkan potensi mereka masing masing? Apakah kita memaksa siswa siswi kita dengan hal hal yang mereka tidak sukai padahal mereka memiliki potensi dan kemampuan masing masing?

Apa Peran Saya Sebagai Guru?

Seorang guru memiliki peran yang sangat penting dalam Pendidikan. Apalagi di zaman yang seba canggih seperti saat ini. Seorang guru harus memiliki kecakapan digital yang cukup. Sehingga guru tidak tertinggal oleh siswanya yang merupakan Generasi Alfa yang berada di masa digital Native yang begitu dekat dengan teknologi. Guru harus bisa menjadi filter positif yang bisa mengubah paradigma media sosial yang negative menjadi media sosial yang kreatif positif dan produktif.

Selain itu yang tak kalah pentingnya, seorang guru harus memiliki semangat dan energi positif yang membuat siswa siswinya juga merasakan sehingga sekolah menjadi tempat yang menyenangkan dan menjadi tempat siswa bisa memaksimalkan potensinya masing-masing.

Seorang pendidik juga harus bisa menjadi tempat siswa mencurahkan perasaannya, menjadi teman, rekan, keluarga yang menyenangkan bagi siswa. Tidak ada lagi guru atau pendidik “Killer” yang ditakuti oleh siswanya. Suasana keakraban yang dibangun bisa membuat siswa semakin bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru yang diperkenalkan oleh pendidik.

Dan terakhir, Guru bisa mendorong siswa siswinya menggali potensi yang mereka miliki sehingga mereka bisa mencapai apapun yang mereka cita citakan. Guru bisa mengantarkan siswa siswinya menggapai impiannya sesuai dengan bakat dan minat mereka masing masing. 

Guru Seperti apakah Saya?

Yang terakhir pada bagian mengenali dan memahami diri sebagai pendidik adalah pertanyaan Guru seperti apakah saya? Pertanyaan terakhir yang harus kita tanyakan pada diri kita masing masing sebagai guru.

Apakah saya adalah guru yang apatis? Guru yang hanya memikirkan jenjang karir dan jabatan saja? Ataukah Guru yang menyenangkan? Guru yang galak? Guru yang acuh tak acuh?

Maka dengan kurikulum merdeka ini, kita harus Bersama sama berubah menjadi guru yang terbaik bagi siswa siswi kita. Guru yang bisa Ing Ngarso Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Guru yang bisa menjadi contoh, bisa memberi semangat dan Guru yang bisa mendorong pada kemajuan positif bagi Siswa siswi kita yang merupakan Generasi Penerus bangsa.Yang kelak akan membangun bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang maju sesuai dengan Cita Cita luhur Bangsa Indonesia yang diwariskan oleh para pendahulu bangsa. Menjadi manusia yang Merdeka yang hidupya bersandar pada kekuatan diri sendiri baik lahir maupun batin.

MENDIDIK DAN MENGAJAR

Mendidik dan Menyeluruh

Dirangkum Oleh: Panggih Permana Putra dan Siti Juariyah

Kali ini kita akan bersama-sama mempelajari bersama mengenai modul mendidik dan mengajar sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara supaya kita mampu memahami gagasan-gagasan Dewantara mengenai tujuan Pendidikan nasional. Ki Hajar Dewantara mendefinisikan Pendidikan sebagai tuntutan yaitu tuntutan dalam hidup kembangnya peserta didik. Pertanyaan nya adalah apakah Pendidikan saat ini mampu mempersiapkan peserta didik untuk bekal di masa depan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional? Sejauh mana kita sudah mempersiapkan peserta didik?


Sebagai seorang pendidik harus berhati-hati dalam menyesuaikan pendidikan pikiran di peserta didik disesuaikan pada konteks pendidikan nasional berdasarkan garis-garis bangsanya atau kultural nasional. Setiap peserta didik mempunyai keistimewaan masing-masing yang memerlukan bantuan seorang pendidik atau orang dilingkungan sekitarnya. Menuntun bakat atau potensi peserta didik bertujuan supaya semakin baik karakternya dan untuk membentuk kecerdasan yang memiliki wawasan luas.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita dapat melihat aktivitas proses pembelajaran selama ini telah berlangsung kemudian di refleksikan dan dari hasil refleksi bis akita tingkatkan Kembali proses pembelajaran sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional sesuai yang di cita-citakan Ki Hajar Dewantara. Ingat, kita sebagai pendidik harus melihat kebutuhan peserta didik dan nantinya disesuaikan dengan proses pembelajaran supaya pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik itu sendiri.

Pendidikan Selama Satu Abad

Sebagai guru apabila hanya mengandalkan naluri mendidik tidaklah cukup. Kita juga harus melengkapinya dengan ilmu Pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Tuntunan yang baik kepada peserta didik didasarkan pada panduan atau teori atau pengetahuan tentang tuntunan yang terbaik. Sehingga pendidik dapat memberikan hak-hak kepada peserta didik untuk kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan sesuai dengan keinginan, bakatnya dan potensinya. Sebagai pendidik kita dapat memberikan daya upaya yang terbaik dalam mendidik peserta didik yaitu dengan adanya dukungan dari rakyat atau masyarakat untuk bersama-sama menjaga atau menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dari dalam diri peserta didik.


Mari kita renungkan bersama : Apakah kita sudah mempraktekan pembelajaran sesuai dengan cita-cita system Pendidikan nasional yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara? Bagaimana caranya kita dapat mewujudkan system Pendidikan nasional sesuai dengan system Pendidikan nasional?

Menjadi Manusia Secara utuh

Manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa mempunyai dua bagian utama pada tubuh yaitu Jasmani dan Rohani. Manusia juga memiliki dua kebutuhan yaitu kebutuhan lahir dan batin. Kita sebagai pendidik dapat membantu peserta didik untuk memenuhi kebutuhan keduanya supaya mencapai keseimbangan hidup.

Dengan demikian memandang peserta didik sebagai manusia secara utuh harus menjadi dasar kita sebagai pendidik dalam membimbing peserta didik, menentukan tujuan pembelajaran, merencanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik baik lahir maupun batin yang akan membantu peserta didik mengembangkan kekuatan lahir dan batin. Apakah cara kita mendidik sudah mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin peserta didik?

Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh

Dirangkum Oleh : Ismiyati

Dalam Topik Merdeka Belajar pada modul 3 terdapat 2 materi, antara lain:

Kodrat Murid

Sebagai pendidik yang memiliki tanggung jawab untuk mendampingi tumbuh kembang peserta didik,kita harush memperhatikan beberapa hal terkait latar belakang muridnya.

Dalam melakukan pembelajaran di kelas, perlu diperhatikan 3 hal terkait perbedaan latar belakang murid, yaitu: Kodrat keadaan, kodrat alam dan kodrat zaman.

Kodrat keadaan

Pendidikan bersifat sangat dinamis, menyesuaikan keadaan yang terus bergerak begitu cepat. Sebagai pendidik, perlu mengantisipasi dan membaca arah perubahan tersebut. Lalu bagaimana kita sebagai pendidik bisa mengemudikan laju pendidikan yang sesuai dengan kodrat keadaan itu. Apakah cara mengajar kita sudah menyesuaikan dengan keadaan saat ini?

Kodrat Alam

Setiap murid dilahirkan dengan kodrat alam yang berbeda-beda. Ada yang tinggal di perkotaan, pedesaan, pantai, gunung, dan lain-lain.

Sebagai pendidik harus memahami kodrat alam masing-masing murid dan bagaimana memberikan pengalaman-pengalaman belajar sesuai dimana murid tinggal.

Kodrat Zaman

Perubahan zaman secara tidak langsung membuat cara mendidk dan mengajarpun harus menyesuaikan dengan situasi saat ini. Sebagai pendidik dituntut untuk bisa mendidik dan mengajar murid sesuai dengan perubahan zaman.

Contohnya: Saat ini murid-murid hidup pada era digital. Maka sebagai pendidik harus tanggap dan menguasai digitalisasi pendidikan. Seorang pendidik harus lebih pandai dalam menggunakan dan memanfaatkan era digital seperti saat sekarang ini untuk kegiatan pembelajaran.

Azas Trikon

Ada beberapa azas pendidikan yang perlu diketahui oleh seorang pendidik. salah satunya adalah azas trikon. Teori TRIKON disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia. Asas Trikon dianggap menjadi jawaban yang tepat menuju pembelajaran yang berpihak kepada murid. Dengan Trikon (kontinyu, konvergen dan konsentris) guru dapat merancang pembelajaran yang berkelanjutan, terbuka dan berdasarkan kebudayaan bangsa. Seorang pendidik harus memahami asas Trikon dan praktiknya dalam pembelajaran.
  1. Azas Trikon Kontinyu, artinya kita tidak boleh melupakan asal nilai budaya. Dalam pembelajaran selalu diselipkan nilai-nilai budaya positif yang ada dalam lingkungan masyarakat.
  2. Azas Trikon Konvergen, artinya pendidikan harus memanusiakan manusia.Dalam pembelajaran, guru harus menghargai dan memberikan apresiasi kepada peserta didik, sekecil apapun prestasi yang ditunjukkan.
  3. Azas Trikon Konsentris, artinya pendidikan itu harus menghargai keberagaman dan memerdekakan murid, ini harus kita terapkan dalam pembelajaran. Kita tidak boleh membedakan antara murid yang satu dengan murid yang lain.

Dalam kegiatan pembelajaran, pendidk harus menghargai keberagaman peserta didik. Keberagaman yang menyangkut latar belakang keluarga, ekonomi, juga termasuk keterbatasan fisik. Hal ini menyangkut gaya belajar anak yang harus kita ketahui dan bagaimana cara menerapkannya dalam pembelajaran supaya peserta didik nyaman dan berhasil.

Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti

Dirangkum Oleh : Dyah Putri Pratiwi dan Widi Tri Hastuti

Menumbuhkan Budi Pekerti

Apakah Anda pernah diserobot orang dalam sebuah antrian? Pernahkah Anda menyaksikan seseorang yang meludah sembarangan? Membuang sampah sembarangan? Jika jawabannya “ya” berarti ada yang kurang dalam pendidikan yang kita terima selama ini. Mungkin para pendidik sudah memberikan hal tersebut tetapi tidak menjadi sebuah value-nilai yang diyakini. Hanya berhenti pada tataran pengetahuan atau informasi saja. Untuk menjadi sebuah value ia harus dibiasakan. Jika kita mendidik anak untuk tertib antri, membuang sampah pada tempatnya tentu akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang secara terus menerus dilakukan akan membentuk kebudayaan.

Pemikiran KHD sangat relevan dengan kondisi pendidikan saat ini. Pendidikan yang tidak sekadar mementingkan kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotorik. Tidak hanya mengejar deretan angka tetapi juga kedalaman budi. Pendidikan yang tidak berorientasi pada hasil melainkan proses pendidikan itu sendiri.

Budi Pekerti


Budi adalah ranah batin yang meliputi tri sakti yaitu pikiran, rasa,  dan kemauan. Kita lebih sering mendengarnya sebagai cipta, rasa, dan karsa. Pekerti adalah ranah lahir yang mewujud tenaga. Dengan kata lain, budi pekerti merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kemauan (budi) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti).

Kecerdasan berpikir murid harus dapat mengembangkan budi pekerti atau watak murid yang tidak hanya diberntuk di sekolah, tetapi dalam keluarga dan lingkungannya.

Teori Konvergensi dan Pengaruh Pendidikan

Aliran konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran nativisme dengan empirisme, aliran ini menggabungkan pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan, tetapi juga kepada faktor yang sama pentingnya yang mempunyai andil lebih besar dalam menentukan masa depan seseorang.

Paham konvergensi ini berpendapat, bahwa didalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu,akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang.

Karena itu  teori W. Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik). 

Jadi menurut teori konvergensi:

  1. Pendidikan mungkin dilaksanakan.
  2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah  berkembangnya potensi yang kurang baik.
  3. Yang membatasi hasil pendidikan  adalah pembawaan dan lingkungan

KHD tidak serta merta menggunakan teori-teori barat dalam pendidikan nasional. Beliau dengan cermat mengiidentifikasi teori-teori yang sesuai dengan kepribadian bangsa

Pendidikan yang Mengantarkan Keselamatan dan Kebahagiaan

Jika berbicara tentang pendidikan memang tidak akan ada habisnya, makanya disebut pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan dipandang sebagai dua mata uang yang berbeda, kompleks dan sederhana. Padahal, anak dididik sejak dalam kandungan, lahir kemudian tumbuh dan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Oleh karena itu, peran pendidikan yang paling penting ada di tangan keluarga. Namun mengapa ada kecenderungan orang tua menganggap bahwa sekolah memiliki tanggung jawab penuh atas pendidikan anaknya?

Terlepas dari semua teori pendidikan yang masing-masing memiliki keunggulan, kami sepakat bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru. Diperlukan kerjasama dan kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan belajar yang optimal bagi siswa. Mari kita telaah apa dan bagaimana pendidikan mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan

Mengantarkan Murid Selamat dan Bahagia

Ketika orang tua mendampingi dan menyerahkan anaknya ke sekolah, mereka berharap agar anaknya mendapatkan berbagai ilmu di tangan guru (sekolah). Sekolah dianggap sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab penuh atas pendidikan anak-anaknya. Sehingga ketika anak bermasalah atau tidak mampu mencapai prestasi yang diharapkan orang tua, tuduhan dilontarkan kepada sekolah. Di sisi lain, sering kita jumpai jika anak berprestasi, ada kecenderungan orang tua mengklaim bahwa anak tersebut sudah memiliki “gen pintar” dari orang tuanya. Jika demikian, di mana titik temunya?

Fungsi pendidikan adalah mengantarkan peserta didik dengan selamat dan bahagia. Apabila guru menyampaikan materi pelajaran hanya melalui metode ceramah, maka dimungkinkan suasana belajar tertib, tanpa ada gangguan suara lainnya. Namun, apakah siswa kita mampu menyerap pelajaran dengan baik dan nyaman dengan metode ini? Jaman sudah berubah, dulu kuda gigit besi, sekarang kuda makan roti (sekedar contoh). Perspektif pendidik tidak selalu sama dengan perspektif siswa.

Tidak jarang siswa merasakan kebalikan dari apa yang dirasakan oleh guru. Ketika guru merasa nyaman dengan metode ceramah, ada siswa yang merasa bosan dan kurang tertarik. Guru hendaknya tidak membatasi sumber belajar yang digunakan siswa, karena jika dibatasi/dipaku, siswa akan merasa dibatasi bahkan takut. Hal seperti ini tidak membebaskan mahasiswa.

Sebagai seorang pendidik, Anda tidak hanya harus memberikan pengetahuan dan informasi. Pendidik juga harus memberikan pemahaman tentang fungsi dan kegunaan materi pelajaran dalam kehidupan. Selain itu, pendidik juga harus mampu memahami dan mengenali kekuatan fitrah anak. Dalam artian setiap anak dapat mengungkapkan dan membuat pemahamannya sendiri dengan cara yang berbeda-beda.

Dalam melakukan penilaian, pendidik juga sebaiknya tidak hanya menggunakan satu jenis alat ukur kemudian menarik kesimpulan. Penilaian dapat dilakukan dengan alat ukur lain yang melibatkan siswa, untuk mencerminkan pemahaman terhadap pengalaman belajar dan evaluasi diri. Jadi sebenarnya fungsi pendidikan adalah membimbing peserta didik agar siap menghadapi kehidupan dan memberikan keyakinan bahwa kelak merekalah yang akan mengisi zamannya. Tidaklah cukup bagi mereka untuk hidup hanya untuk kepentingan mereka sendiri, tidak individualistis.

Ke depan, siswa kami akan berkontribusi pada masyarakat dan lingkungan di mana mereka berada. Bersama-sama mereka akan mencapai keamanan hidup dan kebahagiaan. Jika harapan itu terwujud, maka fungsi pendidikan akan berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara. Untuk itu kita sebagai pendidik harus memahami beberapa hal, yaitu:

  1. Setiap siswa memiliki kelebihan/potensi yang berbeda-beda
  2. Pendidikan hanyalah pedoman
  3. Pendidikan membimbing siswa untuk menjadi aman dan bahagia
  4. Pendidik tidak dapat menghendaki sifat kekuatan atau potensi peserta didik
  5. Pendidik dapat melakukan upaya maksimal untuk mengembangkan pikiran dan moral siswa
  6. Pendidik membantu menghasilkan peserta didik agar mandiri untuk hidup dan mencari nafkah, menjaga dan melindungi bangsa dan alam

Kemandirian siswa merupakan kunci terpenting untuk mencapai tujuan pendidikan yang memberikan keselamatan dan kebahagiaan. Pertanyaannya, apakah praktik pembelajaran saat ini benar-benar mempersiapkan siswa untuk siap hidup dan mengisi zamannya?

Menciptakan Lingkungan Pembelajaran Terbaik Murid

Ada pemahaman bahwa semakin tinggi angka skor yang dicapai siswa, maka semakin tinggi pula tingkat kecerdasannya. Sebaliknya, jika semakin rendah nilai angkanya, maka semakin dianggap tidak pintar atau tidak pintar. Kedua sisi yang berbeda tersebut dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, sehingga mereka cenderung fokus untuk berusaha mendapatkan nilai yang tinggi dari guru. Jadi siswa akan bersaing dan bersaing dengan teman-temannya.

Selain itu, sistem ranking kelas juga menjadi salah satu pengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Jika penilaian dilakukan dengan berpihak pada siswa, maka secara alami akan menghasilkan hasil yang baik. Namun, jika guru tidak memahami prinsip keberpihakan pada siswa, siswa yang berada di rangking paling bawah atau nilai terendah akan merasa terpojok.

Jika kecenderungan untuk mengandalkan nilai ujian (penilaian sumatif/lainnya) tanpa dilandasi pemahaman tentang penilaian itu sendiri, bisa menjadi bumerang. Guru harus memperhatikan dan mengikuti proses hingga proses yang dilalui siswa. Oleh karena itu penilaian tidak lagi hanya berdasarkan nilai tes/sumatif. Seiring dengan proses yang dilalui siswa, guru juga dapat melakukan evaluasi dan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Sehingga guru mampu merefleksi program pembelajaran yang disusun menjadi lebih baik.

Budaya yang kita hadapi selama ini adalah memberi nilai dengan nilai dan nilai, yang bisa diubah dengan sistem penilaian dan penilaian. Tujuannya agar harkat dan martabat anak tetap terjaga. Asesmen atau pengukuran dimaksudkan untuk mengukur hasil atau dampak pelaksanaan pembelajaran dari sudut pandang siswa. Sehingga mahasiswa sebagai pusat pembelajaran dapat diwujudkan, bukan hanya jargon.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru untuk menjadikan pusat pembelajaran siswa antara lain:

  1. Membimbing siswa untuk membangun koneksi dan konteks belajar bagi dirinya sendiri sehingga mampu menentukan tujuan belajarnya
  2. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan, sehingga siswa berani bertanya dan mengemukakan pendapat
  3. Mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan kerjasama dan gotong royong untuk membantu siswa lain yang mengalami kesulitan belajar

Jika langkah-langkah tersebut dapat dilakukan dengan baik oleh guru, maka siswa tidak hanya memperoleh kecerdasan, tetapi juga mengembangkan kecerdasan sosial-emosional. Hal ini dapat diwujudkan melalui pengalaman belajar sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan karakter sama pentingnya dengan kemampuan kognitif, sehingga harus seimbang. Oleh karena itu tidak diperbolehkan mengabaikan keterampilan karakter demi mengutamakan keterampilan kognitif.

Karakter yang dimiliki siswa sangat beragam, sesuai dengan lingkungan yang dididiknya sejak kecil. Lantas bagaimana karakter yang dimiliki oleh siswa dapat membawa manfaat yang besar bagi masyarakat dan bangsa di masa depan? Peran guru adalah jawabannya, agar siswa memiliki karakter sesuai dengan karakter khas bangsa Indonesia berdasarkan kodratnya sebagai makhluk sosial. Gotong royong merupakan karakter penting yang dapat ditemukan siswa sepanjang pengalaman belajarnya.

Sebagai guru, kita dapat mendampingi siswa agar mereka dapat menemukan dan mengembangkan karakter yang baik sebagai bekal kehidupannya kelak. Itu juga bagian dari budaya masyarakat kita. Guru sebagai orang dewasa hanya dapat membimbing siswa untuk memunculkan karakter menurut dirinya sesuai dengan nilai dan prinsip yang dianutnya.

Penutup

Demikianlah Paparan dari Topik Merdeka Belajar yang bisa Tim Kami buat sebagai Aksi Nyata yang kami lakukan pada Topik 1 ini. Kami sadar begitu banyak kekurangan yang pastinya masih ada dalam diri kami. Hal ini tentunya dikarenakan kami masih perlu banyak belajar dan mengembangkan diri agar kami bisa menyelenggarakan pendidikan yang merdeka sesuai dengan kurikulum dan tuntutan zaman yang sedang kita hadapi.

Akhir kata, semoga paparan kami bisa bermanfaat bagi kita semua, Terimakasih

Namun sebagai bahan refleksi kami, Tim SD Negeri 3 Selakambang mengharapkan feedback dari aksi nyata yang kami lakukan. Kami mengharapkan pembaca sekalian sudi memberikan pendapatnya mengenai paparan kami diatas melalui Link Google Form yang kami Sediakan dibawah ini

FORM FEED BACK AKSI NYATA SD NEGERI 3 SELAKAMBANG

1 komentar untuk "Aksi Nyata Topik 1 Merdeka Belajar SD Negeri 3 Selakambang"